Mengetahui Kisah Gurkha Rifles, Yang Hancur di Dawuan

Jakarta - Kiriman logistik dan amunisi Sekutu dibajak TKR dekat Stasiun Cikampek. Satu unit pasukan elite Inggris dihancurkan dan menyerah.

Selarik pesan telegram dari Jakarta diterima petugas Stasiun Cikampek pagi itu. Isinya: informasi keberangkatan satu formasi pasukan Inggris dari unit Royal Gurkha Rifles (RGR) dari Stasiun Kota. Mereka ditugaskan untuk mengawal kereta api yang memuat logistik dan amunisi ke Bandung.

Tak ada koordinasi sama sekali dengan pihak pemerintah Republik Indonesia untuk pengiriman yang dilakukan pada 21 November 1945 tersebut. Itu jelas melanggar kesepakatan sebelumnya antara pihak Inggris dan Indonesia.

"Mereka bergerak menuju Bandung tanpa surat izin dari pemerintah Republik Indonesia ..."ujar Letnan Kolonel Moeffreni Moe'minutes dalam Jakarta-Karawang-Bekasi dalam Gejolak Revolusi: Perjuangan Moeffreni Moe'min karya Dien Madjid dan Darmiati.

Merasa disepelekan, Komandan Resimen V Cikampek itu lantas memerintahkan anak buahnya 'menghukum' rombongan tentara Inggris itu. Batalyon Priyatna ditugaskan untuk menghadang kereta api tersebut di Dawuan, kawasan yang terletak sekira 10 kilometer dari Stasiun Cikampek.

Hari menjelang siang, ketika dua puluh satu gerbong sarat muatan itu bergerak menuju Bandung dari Stasiun Cikampek. Begitu melintas wilayah Dawuan tiba-tiba beberapa prajurit TKR berlompatan ke atas lokomotif. Dalam bahasa Inggris yang fasih, salah satu dari mereka lantas memerintahkan kereta api berhenti.

"Kami minta surat izin untuk memasuki daerah kami dari pemerintah Republik Indonesia?!" teriak salah satu dari anggota TKR tersebut kepada seorang letnan Inggris yang berdiri di samping masinis.

"Apa? Kami harus memakai surat izin? Sejak kapan petugas Allied Forces (Tentara Sekutu) yang ditugaskan ke Indonesia harus memakai izin? Tidak ada, kami tidak usah memakai surat izin!" jawab letnan itu.

Perang mulut pun terjadi. Di tengah situasi tersebut, tiba-tiba terdengar rentetan tembakan dari salah satu jendela gerbong. Tak ayal tembakan itu disambut oleh salakan senjata dari ratusan prajurit Batalyon Priyatna yang sudah stelling sepanjang rel kereta api.

Pertempuran seru pun berlangsung.Namun hanya kurang lebih setengah jam karena posisi tentara Gurkha tidak menguntungkan. Selain kalah jumlah, mereka pun buta akan medan setempat. Akibatnya sebagian besar dari pasukan elite Inggris itu tewas di atas kereta api, sedangkan sebagian kecil yang tersisa menyerah.

"Seluruh isi gerbong kami sita dan empat orang Gurkha kami sisakan sebagai tawanan," ujar Darminta (91 ), professional yang terlibat dalam adu senjata itu.

Markas Sekutu di Jakarta lantas geger, Mereka melakukan protes keras kepada pemerintah Republik Indonesia. Beberapa jam kemudian Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin menelepon Markas Resimen V Cimapek dan memerintahkan Letnan Kolonel Moefreni untuk mengembalikan isi seluruh gerbong yang dirampas serta membebaskan para serdadu yang tertawan.

Namun perintah itu ditolak oleh Moefreni, "Kalau kita terlalu mentolelir, lambat laun mereka akan menginjak kita dan kita akan kehilangan wibawa,"alasan Moefreni.

Akhirnya ditempuh jalan tengah. Empat tawanan dari system Gurkha itu akan ditukar dengan delapan tawanan Indonesia. Salah satunya adalah penyair Chairil Anwar. Sedangkan logistik yang sudah disita tidak akan dikembalikan karena sudah terlanjur dibagi-bagikan kepada semua anggota Resimen V Cikampek dan masyarakat sekitar Dawuan.

"Saya yang mengurus pertukaran tawanan itu dan menjemput empat prajurit Gurkha yang ditawan pasukan Moeffreni tersebut di Stasiun Jatinegara,"ungkap A.E.Kawilarang dalam Untuk Sang Merah Putih karya Ramadhan K.H.

Untuk mencegah terjadinya insiden yang sama, selanjutnya dibuat kesepakatan baru bahwa pihak Sekutu akan melibatkan anggota TKR dari Jakarta dalam setiap misi pengiriman logistik via kereta api.

Menurut R.H.A. saleh dalam Mari Bung Rebut Kembali!, itu terjadi kali pertama pada 11 Desember 1945, saat satu kelompok kadet Akademi Militer Tangerang (AMT) pimpinan Daan Mogot ikut mengawal kereta api yang memuat kiriman logistik untuk para interniran di Bandung.

Uniknya, Sekutu tidak memberlakukan kesepakatan itu secara utuh. Untuk jalur darat Sukabumi-Cianjur-Bandung yang melibatkan konvoi besar, mereka sama sekali tak melibatkan pemerintah RI dan TKR. Maka terjadilah penghadangan-penghadangan yang berujung pertempuran besar yang merugikan mereka sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apakah Benar Jika Jenazah Walt Disney di Bekukan? Berikut Kisahnya

Mengetahui Sejarah kampung "Londo Ireng" Kampung Afrika di Purworejo

KIsah Peninggalan Belanda Sebuah Bangunan SD Negeri 02 Pancoran Mas, Depok