Mengenal Sejarah Bus Legendaris "Djangkar Bumi", Transportasi Warga Gunung Kidul Dan Sekitarnya
Jakarta - Wilayah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dikenal
memiliki medan jalan yang penuh tanjakan dan tikungan. Apalagi lokasinya
yang sebagian besar berada di daerah perbukitan membuat kondisi itu tak
dapat terhindarkan.
Namun hal itu tak menjadi halangan bagi perusahaan bus "Djangkar Bumi".
Dengan berbagai pertimbangan itu, pada tahun 1968 mereka membuka layanan
transportasi umum untuk masyarakat Gunungkidul dan sekitarnya.
Jadi perintis transportasi umum di Gunungkidul, layanan bus "Djangkar
Bumi" mampu berjalan melintasi arus zaman dan dapat bertahan hingga
kini. Berikut kisah selengkapnya:
Awalnya Menggunakan Truk
Menurut Bowo Prantoyo, anak tertua pendiri perusahaan Djangkar Bumi,
(alm) Sugiyanto, dulu ayahnya merupakan seorang sopir. Pada tahun
1955/56, Sugiyanto kemudian membeli Truk Ford keluaran tahun 1953.
Melansir dari Busnesia.com, dengan angkutan tersebut dia membuka layanan
jasa angkutan barang arang kayu serta hasil bumi dari Gunungkidul
menuju Yogyakarta dan Solo. Bersamaan dengan itu pula, dia menambah
kursi di bak belakang untuk mengantar masyarakat.
Seiring perkembangan
usahanya, Sugiyanto mengawali usaha layanan transportasi pada tahun 1968
dengan bus berkursi kayu dan berbahan bakar bensin.
"Waktu itu bus berkapasitas 38 orang. Trayek pertama yang dilayani
adalah Ponjong-Jogja. Baru pada tahun 1972 angkutan beralih be kendaraan
berbahan bakar solar,"Terang Bowo.
Masa Kejayaan Djangkar Bumi
Memasuki tahun 1980-an, Perusahaan Bus Djangkar Bumi mengalami masa-masa
kejayaan. Dengan 12 unit armada yang mereka punya, perusahaan itu
berhasil membuka trayek lain, yaitu Semin-Jogja, Ngawen-Jogja,
Ngrancah-Jogja, Tepus-Jogja, dan Panggang-Wonosari-Jogja.
Bahkan di saat-saat itu, tiap hari setiap kru bus mampu membeli 1 gram
emas dari hasil mengangkut penumpang. Dari hasil melayani penumpang itu,
para kru juga mampu membuat rumah yang bagus.
Namun memasuki awal tahun 2000-an, bisnis angkutan itu berangsur
mengalami penurunan hasil. Menurut Bowo, kebijakan itu disebabkan antara
lain karena adanya kebijakan Pemprov yang melarang bus besar melayani
trayek antar kecamatan.
"Memperpendek jalur layanan juga jelas merugikan. Apalagi penumpang
juga harus mengeluarkan biaya lebih banyak. Misalnya dari Ponjong
menggunakan minibus terus harus pindah ke bus besar kalau ingin ke
Jogja.
Penumpang harus bayar dua kali dan total biaya yang dikeluarkan lebih mahal ketimbang saat masih sekali jalan dengan bus besar,"ungkap Bowo, mengutip dari Busnesia.com.
Masih Bertahan hingga Kini
Di tengah perkembangan arus zaman di mana makin banyak orang yang punya kendaraan pribadi, layanan Bus Djangkar Bumi masih bertahan hingga kini. Namun untuk saat ini, perusahaan itu hanya memiliki lima bus saja.Menurut Bowo, peremajaan kendaraan baru dengan aturan maksimal umur armada 10 tahun dinilai cukup memberatkan. Apalagi kenaikan kurs dollar terhadap rupiah membuat suku cadang seperti restriction dan onderdil mesin semakin mahal. Terpaksa untuk bertahan, penggantian onderdil mesin dilakukan secara kanibal.
Komentar
Posting Komentar